Masjid Al-Markaz Al-Islami Jend M Jusuf
  • 3 tahun yang lalu / Selamat Datang Di Website Masjid Al-Markaz Al-Islami Jend. M Jusuf Makassar
  • 3 tahun yang lalu / Selamat Datang di Website Resmi Masjid Al-Markaz Al-Islami Jend. M Jusuf
  • 3 tahun yang lalu / Selamat Datang di Website Resmi Masjid Al-Markaz Al-Islami Jend. M Jusuf Makassar
senin - minggu :

DR. H. Amirullah Amri, MA/Islam dan Ajarannya ( Ta’abbudi dan Ta’aqquli)/Al Markaz Dakwah

Terbit 10 April 2021 | Oleh : admin | Kategori :

Alhamdulillah pada Juma’at hari ini kita berkumpul di Masjid Al- Markaz Al Islami ini
sebagai hamba Allah SWT dan sebagai Ummatnya Rasulullah Muhammad SAW,
sesungguhnya keberadaan kita di dunia ini memiliki tugas utama untuk beribadah kepada Allah
SWT. Baik ibadah yang sifatnya Ta’abbudi dan Ta’aqquli sebagai mana Firman Allah dalam
Al-Qur’an Surah Az-Zariyat : 56
Artinya
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.
Ibadah dilihat dari segi jenisnya terbagi menjadi dua, pertama ta’abbudi dan kedua
Ta’aqquli Ibadah adalah perbuatan apa saja yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada
Allah namanya Ibadah. Ibadah itu ada yang sifatnya Umum dan sifatnya Khusus, jika ibadah
Khusus seperti ibadah Sholat maka pelaksanaannya didasari dengan dalil yang sifatnya
perintah atau yang dicontohkan Rasulullah, ibadah tersebut tidak boleh di tambah dan
dikurangi jika di tambah dan dikurangi maka itulah bid’ah.
Artinya:
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut
tertolak.” (HR. Muslim)2
Namun jika ibadah yang sifatnya Umum pelaksanaannya meskipun tidak ada contoh
yang dari Nabi tidak mengapa dilakukan asalkan taka da dalil yang menunjukkan
pelarangannya, seperti memperingati kelahiran Rasulullah, mengadakan acara Isra Mi’raj,
Nuzulul Qur’an, berkumpul ber Dzikir Awal dan Akhir Tahun, semua acara yang seperti ini
pada dasarnya boleh saja karena tidak ada dalil baik Ayat maupun Hadits yang menunjukkan
pelarangannya.
Sebagaimana dalam kaidah Ushul Fiqhi :
األصل فى األشياء اإلباحة حتى يدل الدليل على التحريم
Asal pada sesuatu adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan keharaman
Sehingga dapatlah dipahami dengan kaidah tersebut bahwa memperingati hari
kelahiran Nabi, acara Isra’ Mi’raj, peringatan Nuzulul Qur’an. Semua acara seperti ini pada
dasarnya boleh dikerjakan karena tidak ada dalil yang menunjukkna pelarangannya.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah…
Ta’abbud adalah jenis ibadah yang tidak perlu dipikirkan sebab dan alasan untuk
melakukannya, dilakukan karena adanya Nas/dalil untuk mengerjakannya seperti shalat magrib
tiga rakaat, dikerjakan tanpa dipikirkan kenapa tiga rakaat, kenapa bukan lima rakaat,
sedangkan ta’aqqul adalah ibadah yang memerlukan pemikiran kenapa dan mengapa sebab
dan alasannya. Kedua jenis ibadah ini harus sesuai dengan ketentuan Syariat seperti pada
ibadah Sholat Magrib 3 Rakaat, Isya 4 Rakaat, Subuh 2 Rakaat, Duhur dan Asar 4 Rakaat.
Ibadah seperti ini tidak perlu ada pertanyaan kenapa jumlah rakaatnya seperti itu, tidak perlu
dicari alasannya inilah namanya Ta’abbud. Sedangkan ibadah ta’aqqul yaitu ibadah yang ada
sebab dan alasan, contohnya mengangkat hadats dengan cara berudhu atau dengan cara mandi
sebab akan melakukan sholat, membersihkan najis yang ada pada badan karena akan
melakukan sholat, hal yang seperti ini namanya ta’aqqul.
Maka jelaslah bahwa ibadah yang sifatnya ta’abbud adalah ibadah yang tak perlu
dipertanyakan kenapa dan bagaimana, contonya kenapa sholat shubuh waktunya sebelum
matahari terbit dan kenapa sholat dhuhur dilakukan saat matahari tergelincir, ibadah seperti ini
tidak perlu ada pertanyaan kenapa dan mengapa tapi dilakukan saja sesui dengan tuntunan, ini
yang dinamakan ta’abbud.3
Ta’abbud dimaknai sebagai pemahaman keagamaan yang harus di ikuti tanpa harus
mempertanyakan apa alasannya diperintahkan ibadah tersebut, Ta’abbud biasanya ibadah
hubungan antara hamba dengan Allah yang sifatnya ibadah Mahdah seperti Sholat, Thawaf,
Sa’i, yang seperti ini harus diterima tanpa nalar berfikir kenapa dan kenapa Sholat itu 2,3 dan
4, kenapa Thawaf itu bilangan putarannya 7 kali, dan kenapa sa’i itu antara Shafa dan Marwah.
Ta’aqqul di maknai sebagai pemahaman keagamaan yang dilahirkan dari semangat diturunkan
hukum islam dengan nalar dapat di fikirkan kenapa dan mengapa, biasanya ta’aqqul ibadah
berhubungan antara hamba dengan hamba yang dalam ilmu fiqhi disebut Muamalat. Cara
bermuamat boleh dengan nalar dengan cara memikirkan metode bermuamalat seperti hal jual
beli. Jadi pada umumnya ta’aqqul adalah muamalat sedangkan ta’abbud adalah ibadah mahdah
hubungan antara hamba dengan Allah meskipun ta’abbud ada dalam hukum keluarga yang juga
tidak perlu difikirkan tetapi harus diterima apa adanya. contohnya : ketentuan batas Thalq yang
dapat di rujuk , sebagaimana Firman Allah QS. Al-Baqarah : 229

Terjemahan
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau
melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu
menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus)
diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orangorang zalim.
Hal itu tidak perlu difikirkan kenapa ketentuan batas thalaq hanya sampai 2 kali, begitu juga
tentang batas iddah ( masa menuggu bagi perempuan yang tertalaq) QS. Al Baqarah : 228

Terjemahan
Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru’.
Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak
kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka
(para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.
Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana.
Dengan ayat tersebut dapatlah difahami tentang batas Iddah bagi perempuan tanpa
dipergunakan nalar kenapa seperti itu.
Pada intinya ibadah yang sifatnya Ta’abbudi dikerjakan sesui Nash/ Dalil tanpa memerlukan
nalar atau pemikiran, tidak boleh ibadah tersebut ditambah dan dikurangi sesuia dengan hadis
tersebut di bawah ini :
Artinya:
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami,
maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Seperti ibadah sholat telah ditentukan jumlah rakaat dan waktu pelaksanaannya jangan di
tambah dan dikurangi jumlah rakaat dan waktu pelaksanaannya karena hal itu merupakan
bid’ah dhalalah / bid’ah sesat :

“Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang diada-adakan (baru) dan semua perkara yang
diada-adakan (baru) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah kesesatan”, dan semua
kesesatan tempatnya di neraka”. (HR. An Nasa’i)
kata kullu pada kalimat “Kullu Bid’ah “ kadang di artikan semua kadang diartikan sebahagian,
memahami dalil seperti ini membutuhkan nalar atau pemikiran seperti pada kalimat 5

“Seluruh anak Adam itu bersalah, dan sebaik-baik yang bersalah adalah mereka
yang senantiasa bertaubat.
Kata kullu tersebut jika di fahami dengan makna semua anak cucu Adam bersalah padahal
Rasulullah SAW juga adalah anak cucu Adam dan Rasulullah adalah Ma’sum ( terjaga dari
kesalahan dan perbuatan dosa ) sehingga dapatlah difahami bahwa kata kullu tidak selamanya
dimaknai semua / totalitas.
Memahami Nash / Dalil dengan pola Haqiqatullugawiyah, Haqiqatusyar’iyah,Haqiqatul
Urfiayah dan Asbabunnuzul / Asabul Wurud (Penegertian Ethimologhi, Terminologi, adat
kebiasaan/ kearifan lokal dan sebab turunnya ayat serta sebab munculnya hadits).
Terkadang ada Nash/Dalil kalimatnya perintah tapi tidak wajib secara hukum contohnya :
perintah mandi sebelum Jum’atan :
Artinya:
“Apabila salah seorang dari kamu hendak sembahyang (salat) Jumat, hendaklah ia mandi”
Kata
لَف adalah adalah akar kata dari اغسل، يغسل ،غسل Fi’il Amr ( Menunjukkan Perintah
mandilah ) hal ini tidak dihukumkan wajib namun dimaknai perbuatan Sunnah yang amat
dianjurkan.
Dan ada Nash/Dalil kalimatnya melarang tapi tidak dihukumkan haram, contohnya larangan
minum berdiri :

“Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau melarang seseorang minum sambil
berdiri.”
Dan ada juga Nash / Dalil yang sifatnya lokal dan kondisional tidak berlaku secara Universal
contohnya : Puasa Sunnah pada hari Arafah (9 Dzulhijjah )

“Puasa ‘Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun
akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim)
Hadist ini menunjukkan bahwa dihukumkan sunnah berpuasa pada hari Arafah, namun
mayoritas ulama berpendapat dihukumkan sunnah bagi orang yang tidak berada Wuquf di
Arafah, namun bagi yang sedang Wuquf dihukumkan makruh, karena sholat wajib saja di
Jama’ dan diqasar bukan dikerjakan secara Takmil (Sempurna).
Dan masih banyak amalan yang nash / dalilnya membutuhkan nalar / pemikiran seperti tentang
janggut, celana cingkrang, batalnya wudhu saat bersentuhan suami istri, hal seperti ini
pemahaman dalilnya adalah Ta’aqquli ( Nalar pemikiran dan berbeda pendapat ulama Mazhab
) namun demikina meskipun Ulama Mazhab berbeda pendapat tetap saja mengedepankan sifat
toleran dan saling menghargai tanpa mengklaim dirinya paling benar Allu A’lam
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah…
Sebagai kesimpulan pada Khutbah Jum’at ini :
1. Apa saja yang di kerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah maka hal itu adalah
Ibadah
2. Ibadah itu terbagi 2 : Ibadah Umum dan Ibadah Khusus,
 Ibadah Khusus maka cara pelaksanaannya harus dengan Dalil / Nash yang
mengandung perintah, jika tidak ada dalil yang memerintahkan maka itulah bid’ah
sedangkan
 Ibadah umum cara melaksanankannya dengan Dalil/ Nash yang mengandung
larangan jika tanpa dalil yang menunjukkan pelarangan maka boleh dilakukan
3. Dalam pelaksanaan Ibadah terbagi 2 : Ta’abbudi dan Ta’aqquli , Ta’abbudi tanpa
memerlukan pemikiran untuk dilaksanakan sedangkan ta’aqquli memerlukan nalar /
pemikiran untuk melaksanakannya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk kepada kita semua, agar kita berbuat apa
yang di Ridhohi Allah dan kita menghindari apa yang dimurkai Allah, kalau demikian halnya
maka Insya Allah selamatlah kita dunia Akhirat Amin ya Rabbal Alamin

SebelumnyaKEADILAN PENYEBAB STABILITAS NEGARA/H.M.RUSYDI KHALID/AL MARKAZ/DAKWAH SesudahnyaIMPLEMENTASI SHALAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL/ARIFUDDIN AHMAD/AL MARKAZ DAKWAH

Tausiyah Lainnya