Keharusan Mensyariahkan Bisnis dan Profesi Umat/ Prof Dr H M Arfin Hamid SH MH/Al Markaz Dakwah

Alhamdulillahi rabbil alamin, itulah ungkapan atau kalimat yang seharusnya senantiasa kita ucapkan pada setiap waktu dan moment apapun yang kita hadapi, karena dengan rahmat, hidayah dan taufik dari Allah SWT terus menerus dilimpahkan kepada kita sekalian, terutama nikmat berupa kehidupan umur yang Panjang, kekuatan, kesehatan, kesempatan, dan keimanan/ketakwaan. Kesemua itulah yang menjadi factor utama sehingga kita bisa berjamaan di masjid yang agung dan mubarakah ini.
Marilah juga kita mengirimkan salam dan shalawat kepada nabi kita Muhammad Rasulullah Saw sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam Alquran, innalaha malaikatahu yushalluna alannabi ya ayyuhal lazhina amanu shallu alaihi wasallimu taslima (sesungguhnya Allah dan para malaikatnya senantiasa bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw ….)
Salah satu fungsi khutbah sebagai rangkaian (rukun) shalat jumat adalah sarana intrispeksi bagi kita sekalian, selain fungsi nasihat, taushiyah, dan tazkirah. Dengan khutbah jumat oleh khatib kita diingatkan agar perintah amar ma’ruf dan nahi mungkar satu jumat yang lalu sampai jumat hari ini agar terukur atau terdata dan konsisten dalam pelaksanaannya, manakala dirasakan sudah baik, meningkat, maksimal maka pada saat ini kita bertekad dan berkomitmen untuk mempertahankannya. Jika sekaliknya pelaksanaan amal ibadah dirasakan menurun, kurang maksimal, maka saat ini juga kita berktekad dan berjanji akan meningkatkannya sampai jumat yang akan datang dan sterusnya. Jadi fungsi introspeksi/muhabasah juga harus diraih pada setiap kita mengikuti khutbah shalat jumat.
Jamaah jumat rahimakumullah
Mengingat pentingnya fungsi muhasabah (introspeksi) pada setiap khutbah jumat mengundang kita untuk mengetahui lebih dalam lagi, yaitu terkait dengan hal-hal apa saja yang perlu diintrospeksi. Karena itu, marilah kita menyimak hadis Rasulullah, hasibu amfusakum qabta antuhasabu (introspeksilah dirimi sebelum Allah mengevaluasimu).
Menyimak makna hadis tersebut sungguh komprehensif dan mendalam, segala yang terkait dengan diri kita, perilaku kita, pekerjaan dan profesi kita, benda-materi yang kita miliki, pola hubungan (human relation) kita, dan seluruh tanggung jawab kita senantiasa menjadi item-item penting agar selalu di evaluasi, hal ini terkoneksi langsung dengan ayat ma yalfidu min qaulin illa ladaih raqib wa atid, tidak satupun tindakan yang luput dari rekaman malaikat Raqib dan Atid. Hal ini diperkuat oleh Allah dalam Alquran, faman ya’mal mistqala zarratin kaeran yarahu wa faman ya’mal mistqala zarratin syarran yarahu. Muhasabah hanya diorientasikan pada sejauhmana kita memahami dan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai selaku mu’min, agar senantiasa termasuk manusia shaleh dan muttaqun. Kelalaian dalam melakukan muhasabah ini akan menjadi malapetaka bagi yang bersangkutan karena nabiullah telah mengingatkan dengan fiil amar,’ hasibuu’I, yaitu perintah untuk bermuhasabah atau berinprospeksi.
Jamaah jumat rahimakumullah
Salah satu aspek muhasabah yang sangat perlu didalami dalam khuthbah yang singkat ini adalah evaluasi terhadap usaha, bisnis, dan profesi yang kita jalankan untuk menopang kehidupan sendiri, kerabat, dan semua orang yang menjadi tanggungan kita. Titik evaluasi ini bermuara pada agar semua yang kita peroleh, kita konsumsi, kita gunakan, kita infaq-kan, kita zakat-kan senatiasa dalam koridor Syariah, artinya semua dalam kualifikasi yang sah dan halalan tayyiban. Yang terpenting lagi kita semua berada dalam posisi (standing) yang benar dan sah secara syar’iyah. Misalnya setiap mu’min diwajibkan berusaha/bekerja atau berprofesi, karena umat Islam dewasa tidak dibenarkan menjadi beban orang lain (mala takunu kallan alannas), ia harus bekerja dan berprofesi agar hidupnya dapat dipertahankan, bahkan lebih dari itu bentuk usaha dan profesinya pun masih harus memenuhi standar kesyariahan, yaitu bukan dalam koridor usaha atau profesi yang diharamkan (haram di zhatihi). Ini harus dijadikan standar dalam memilih dan menjalankan usaha/profesi sesuai dengan ajaran Islam atau yang dikenal prinsip Syariah (ekonomi Syariah).
Upaya untuk mensyariahkan usaha dan profesi bukan hanya sangat penting, bahkan menjadi pintu keselamatan dunia dan akhirat, sebagaimana Ayat Alquran ditegaskan ya ayyuhan nas kulu mimma fil arshi halalan tayyiban … Wahai manusia konsumsilah apa yang ada dibumi ini secara halal yang baik, artinya berusahalah, bekerjalah, dan berprofesilah secara sah dan halal kemudian konsumilah hasilnya. Juga secara operasional sebuah kaidah fikih yang sangat relevan, ma yua’ddy min haramin fa huwa haramun (sesuatu yang zatnya haram hanya akan melahirkan yang haram pula). Untuk itulah keharusan mensyariahkan bisnis dan profesi merupakan sebuah kemutlakan/keniscayaan bagi setiap muslim dan muslimat selama hidup didunia untuk meraih keselamatan (fiddun’ya hasanah wafil akhirati hasanah).
Jamaah jumat rahimakullah
Pertama-tama yang harus dipahami lebih jauh lagi, bahwa setiap harta atau penghasilan yang kita raih tidak boleh ada anggapan tidak perlu diperketat bentuk, proses dan cara memperolehnya, karena nantinya ada perintah zakat, infaq, dan shadaqah untuk membersihkan dan mensucikannya. Pandangan demikian sungguh keliru karena perintah berzakat hanya diwajibkan terhadap harta atau penghasilan yang diperoleh secara sah dan halalan tayyiban. Pada harta/penghasilan yang diperoleh secara tidak syar’iyah tidak ada keharusan untuk dizakati, karena itu termasuk dalam kualifikasi objek/barang/uang yang kotor, sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Umar ibn Khattab RA bahwa menzakati barang/harta yang diperoleh secara haram sama dengan mencuci sesuatu dengan air seni (kencing) artinya tidak akan bersih malah bertambah kotor, nau’zhubillah. Tampak jelas betapa urgennya mensyariahkan usaha, bisnis dan profesi kita semua, hanya dengan jalan demikian hasil usaha dan penghasilan kita akan diterima dan diredhoi oleh Allah SWT, karena orientasi tertinggi dalam berusaha dan berprofesi tiada lain hanyalah untuk mencari ridha Allah Swt (Limardhatillah).
Tidak dapat dipungkiri akan muncul sanggahan besar, bukankah berbisnis, berekonomi, berprofesi Syariah itu sangat sulit, dengan disertai rada putus asa jangankan yang halal yang harampun susah diperoleh. Para jamaah rahimakiullah, dalam Alquran ditegaskan yuridullahu bikul yusra wala yuridu bukulm usr’ (Allah sangat menghendaki kemudahan dan sangat tida menghendaki pemberatan/pembenaan yang berlebih), dan pada ayat lainnya ditegaskan pula, la yukallifullahu nafsan illah wus’aha (Allah tidak akan membebankan hambanya kecuali sesuai kemampuannya). Bahkan pada ayat yang sangat professional ditergaskan, kul kullun ya’malu ala syakilatih (setiap insan diperkenankan berbuat sesuai dengan bakat dan keahliannya). Dengan mencermati tiga Firman Allah tersebut sangat nyata bahwa dengan mensyariahkan segala usaha dan profesi kita sangatlah mudah dan janganlah melakukakannya jika di luar kemampuan kita, dan lakukanlah secara terencana dan bertahap, jika hari ini belum bersentuhan dengan bisnis Syariah dan bank Syariah, bismillah dan mulailah. Tidaklah menjadi masalah jika pensyariahan usaha dan profesi kita dilakukan secara berangsur-ansur, yang penting kita berani memulai dan melakoninya dengan ikhlas. Alquran saja diturunkan bukan satu malam, bukan sebulan bukan setahun, melainkan 23 tahun lamanya. Marilah kita menjadikan Syariah ini sebagai bagian integral dan terintegrasi pada semua aspek kehidupan kita, apalagi dalam berusaha dan berprofesi.