Menjauhi Pengaruh Paham Materialisme
Oleh : M. H. Arraiyyah
UMAT Islam dipandu oleh wahyu dalam menjalani kehidupan. Wahyu yang dimaksud adalah keseluruhan firman Allah Swt. yang disampaikan kepada utusan-Nya, yakni Nabi Muhammad Saw. Kumpulan wahyu itu terdapat pada mushaf Al-Qur’an Al-Karim, yang beredar di kalangan umat Islam.
Nabi Muhammad SAW dipilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu itu. Ia juga diberi otoritas untuk menjelaskan kandungan Al-Qur’an, dan memberi contoh pengamalannya. Hadis-hadis Nabi Saw. yang sahih menjadi bagian dari wahyu Allah yang dipedomani oleh umat Islam.
Al-Qur’an sebagai sumber pertama ajaran Islam memiliki kekuatan. Di antaranya, susunan bahasanya indah. Isinya seluruhnya benar. Kitab dalam bahasa Arab, sebagaimana diwahyukan. Kitab ini dihafal oleh banyak orang yang dibesarkan dalam bahasa ibu yang berbeda.
Salah satu pengalaman rohani yang indah bagi kaum muslimin ialah mengikuti salat yang dipimpin oleh imam yang hafal Al-Qur’an. Suaranya merdu. Sebagian imam membaca beberapa ayat, puluhan ayat atau ratusan ayat dalam satu rakaat tanpa melihat teks.
Sesuai dengan pedoman hidupnya itu, umat Islam memiliki sejumlah prinsip. Di antaranya tentang: (1) keyakinan, (2) pola pikir, (3) pola peri laku, (4) pola hubungan, dan (5) orientasi hidup.
Kandungan prinsip itu membedakan umat Islam dari orang-orang yang bukan Muslim, seperti mereka yang menganut paham materialisme (hanya meyakini hal-hal yang bersifat fisik saja) atau mereka yang menganut pandangan sekuler, mementingkan kehidupan duniawi saja.
1. Keyakinan Muslim
Isinya, antara lain:
(a) Umat Islam meyakini bahwa Allah itu Maha Esa. Ia adalah Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur semesta alam (Rabbu-l ‘Aalamiin). Allah berbeda dari makhluk-Nya. Umat Islam takut kepada Allah yang tidak tampak oleh mata (yakhsyauna rabba-hum bil-gaib). Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat (as-Samii’ al-Bashiir).
(b) Umat Islam meyakini ada kehidupan akhirat. Segala perbuatan manusia di dunia akan dipertanggung jawabkan di akhirat. Ini menjadi kendali dalam berbuat.
(c) Jiwa manusia harus disucikan. Jiwa tidak boleh dikotori.
وَنَفْسٍ وَّمَا سَوّٰىهَاۖ ٧ فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ ٨ قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ ٩ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ ١٠
Artinya: dan demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-nya, lalu Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya (asy-Syams/91: 7-10).
Menunaikan ibadah, dan amal saleh berdasarkan iman yang benar itu menyucikan jiwa. Sebaliknya, keyakinan yang keliru, melalaikan ibadah, dan perbuatan yang salah mengotori jiwa. Pandangan yang keliru tentang Allah disebut sebagai ke-zhalim-an besar.
Upaya penyucian jiwa disertai dengan penyucian raga. Tubuh harus dijauhkan dari najis, dijauhkan dari asupan makanan dan minuman yang tidak halal, dijauhkan dari perbuatan yang terlarang. Suci lahir dan batin suatu kemestian.
Contoh sederhana. Umat Islam mempunyai kebiasaan bersuci dengan air setelah buang air besar dan buang air kecil. Kebiasaan seperti ini diabaikan oleh banyak orang.
2. Pola pikir
Misalnya, harta benda harus diperoleh dari sumber pendapatan yang halal. Harta dipandang sebagai fasilitas hidup. Harta benda bukan tujuan hidup. Harta digunakan untuk melakukan hal-hal yang baik, benar, dan berdimensi spiritual.
Cara pandang demikian itu membedakan Muslim yang saleh dari penganut paham materialisme. Penganut paham yang disebut terakhir mengumpulkan harta benda sebanyak-banyaknya dengan segala macam cara. Tujuannya untuk meraih kenikmatan yang bersifat material semata atau kenikmatan lahiriah.
3. Pola perilaku
Contoh, Muslim menjauhi dosa besar. Hubungan di luar nikah itu digolongkan sebagai perbuatan keji. Ini merusak proses regenerasi yang bermartabat. Memiliki harta dari sumber yang haram juga termasuk dosa besar. Dosa besar ini merusak tatanan ekonomi, sosial, dan lainnya. Karenanya, umat Islam tidak meniru gaya hidup orang yang tidak ingat akhirat (sekuler).
Suatu prestasi besar jika setiap Muslim mampu menjauhi dosa besar. Selain itu, dosa kecil pun diusahakan untuk dijauhi. Dosa kecil tidak dianggap remeh.
Firman Allah Swt.:
اِنْ تَجْتَنِبُوْا كَبَاۤىِٕرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُّدْخَلًا كَرِيْمًا ٣١
Artinya: Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang (mengerjakan)-nya, niscaya Kami menghapus kesalahan-kesalahanmu dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (surga). (an-Nisa’/4: 31)
4. Pola hubungan
Istilah hablun mina-llaah dan hablun mina-n naas sudah masyhur di kalangan umat. Pengaruh hablun mina-llaah dalam bentuk ibadah diharapkan mewarnai hubungan yang baik antara Muslim dengan sesamanya manusia. Ini sesuai sabda Nabi Saw. yang menyebut perilaku yang baik sebagai refleksi dari pemahaman dan pengamalan agama
5. Orientasi
Orientasi hidup Muslim ialah mencari karunia Allah yang mengangkat martabat manusia dan akhirat.
تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا
Artinya: Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. (al-Fath/48: 29). Sebutan lainnya, ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ (mencari rida Allah) (an-Nisa’/4: 114).
#Ceramah Tarawih malam ke-6 Ramadhan